Enjoy

Enjoy

Welcome to YoeL's Blog

Thank you for visiting my blog. Hopefully my writing will be a blessing for you. ^^

Monday, January 24, 2011

Make Me As A Frog

Lord,
Have Your mercy on me
Bring me forgetting those things which are behind
And reaching forward to those things which are ahead

Kyrie eleison, Christe eleison

Friday, January 21, 2011

Napak Tilas

Hari ini saya bersama dengan teman satu sekolah dari TK sampai dengan SMP mengunjungi sekolah kami. Namanya juga sama dengan saya lho, Yuliana namanya. ☺. Sebelumnya kami dari salon dan creambath bersama. Hobi kami pun sama.

Selanjutnya, ikutilah tapak tilas kami berdua.

Begitu memasuki gerbang sekolah, yang kami jumpai di tempat koperasi adalah Mas Yudi. Dia adalah pejaga sekolah kami. 30 tahun lebih sudah dia bekerja di sana, bahkan saya pun belum lahir saat itu. Salut dengan kesetiaannya.

Setelah itu kami mengintip ruang les, di sana ada Pak Wira (guru Fisaka SMP kami) dan seperti biasa Beliau bercanda dan pura-pura tidak mengenal kami. Di sebelah ruang les itu adalah kantin dimana kami mengisi perut di sela-sela waktu istirahat. Tadinya kami mau makan nasi ayam di sana karena sudah sangat merindukan makanan tersebut, namun amat disayangkan sudah habis.

Selanjutnya kami berjalan menuju kelas terpojok di lantai 1, ruang kelas TK. Kami menjumpai guru TK kami, Ibu Sri namanya. Beliau masih ingat dengan kami lho. Katanya kami dulu yang kecil-kecil itu (dan memang sampai sekarang juga masih kecil badannya, hohoho). Beliau juga bilang kalau kami dulu itu anak-anak yang baik dan pintar (duh, jadi malu ^^). Katanya anak kecil zaman sekarang lebih sulit diajar dan tidak sepintar anak zaman dulu, padahal kalau kita lihat anak-anak kecil zaman sekarang pintar-pintar dan lebih ekspresif daripada kita dulu. Saya salut dengan pengabdian Ibu Sri sebagai guru yang telah mengajar 20 tahunan lebih. Menurut saya, mengajar seorang anak kecil tidaklah mudah dan sangat butuh kesabaran.

Selesai bercengkerama dengan Ibu Sri, kami memasuki ruang kantor guru SD. Di sana kami bertemu dengan Ibu Ani, Pak Marino, Ibu Hariati, dan Ibu Endang. Kami pun berjabat tangan dengan mereka satu per satu. Ibu Ani adalah guru TK kami, namun kini dia mengajar tingkat SD. Pak Marino adalah guru SD kelas 3 kami, dan saat berjabat tangan dengannya saya bertanya apakah Beliau masih sering menghukum dengan menggetok pulpen ke jari murid dan seisi ruang itu tertawa karena saya masih mengingat hal tersebut (tapi bukan karena saya sering dihukum lho, saya ini termasuk murid yang jarang dihukum, hehehehe, kadang penasaran juga sih rasa sakitnya seperti apa). Ibu Hariati, Beliau adalah guru SD kelas 1, cukup terkenal galak, hehe. Saya bersyukur sekali Ibu Hariati ini masih mengajar. Beliau kelahiran 1938 dan masih mengajar dengan fisik yang begitu sehat walafiat. Ibu Endang, Beliau adalah staff bagian Tata Usaha bagian TK dan SD.

Ada satu guru yang sangat ingin kami jumpai. Beliau adalah guru kesayangan kami, karena dia lembut, dia baik, dan kami diajar olehnya selama 2 tahun. Beliau adalah Ibu Yuni Lestari, wali kelas kami saat SD kelas 4 dan 5. Dahulu sewaktu sekolah, kami selalu merayakan ulang tahunnya yang bertepatan dengan ulang tahun kota Jakarta. Kami menunggu di depan kelas sambil berfoto-foto karena Beliau masih mengajar. Lonceng berbunyi tanda kelas telah usai (kangen juga lho dengan bunyi lonceng itu, sudah lama banget tak mendengar lonceng berbunyi), kami pun tak sabar untuk bertemu dengannya. Kami bicara panjang lebar. Saat berbincang-bincang, Beliau menasehati saya agar mencari pasangan di UPH saja agar masa depannya baik. Hohohoho.. :D

Bagai sayur tanpa garam, rasanya kurang sedap juga bila kami tidak bertemu guru SMP. Dari kejauhan saya melihat seorang wanita sedang berjalan. Saya langsung berteriak, “Laoshi, ni hao? Haojiu bujian!” Beliau adalah guru bahasa Mandarin kami yang selalu tampil keren dan fashionable meskipun usianya sudah tua. Dikiranya kami datang untuk memberikan undangan pernikahan. Hahaha.. ☺ Selanjutnya kami diajak duduk-duduk di ruang kantor guru SMP. Kami berjumpa dengan Sir Alex, guru bahasa Inggris kami. Beliau ingat dengan teman saya itu dan kenangan yang membekas baginya adalah peran kuntilanak yang dimainkan oleh teman saya itu saat pertunjukkan drama dahulu. FYI, teman saya ini berjiwa art sekali lho (meski nama kami sama, tapi sayangnya saya tidak berjiwa art), dulu dia sering gambar komik, main drama, dan sekarang ini dia aktif menari dan pandai merangkai bunga. Sir Alex adalah guru yang sangat menekankan pentingnya pendidikan. Beliau menasehatkan saya bila ada kesempatan melanjutkan studi di Swiss karena di sana bagus sambil dia mengacungkan jempolnya. Beliau juga menyarankan agar sekalian cari pasangan di sana, hahaha.. saya hanya menjawabnya, “Amin”, dan Beliau membalas, “kok Amin sih? Sadhu!” Hahaha.. :D mungkin Beliau belum tahu kalau saya sudah berpindah agama. ☺ Selain itu saya juga sempat bertemu dengan Bu Cilfia Ojong, KepSek SMP kami, namun hanya sempat berbicara sebentar karena Beliau harus segera masuk kelas dan memberikan ujian.

Arghhh, di tengah-tengah pusingnya saya menentukan topik karya akhir saya (karena yang sudah diajukan ditolak dan saya harus segera menulis lagi yang baru), senang sekali rasanya hari ini berkesempatan mengunjungi sekolah yang kecil, sederhana, namun begitu terasa suasana kekeluargaannya. Sekolah yang menyimpan begitu banyak kenangan. Saya menyaksikan sebuah pengabdian yang begitu besar dan tulus. Dari penjaga sekolah yang telah bekerja 30 tahun juga guru-guru yang telah mengabdi 20-30 tahun. Rumah mereka tidaklah dekat dari tempat mengajar. Contohnya Ibu Yuni Lestari, rumahnya di Pondok Gede, jam 5 pagi sudah harus berangkat dari rumah, tiga sampai empat kali oper kendaraan umum untuk sampai di sekolah, mengajar hingga siang dan baru tiba di rumah sore hari. Dan Beliau melakukan rutinitas ini selama 27 tahun. Wah, saya sangat takjub dengan profesi seorang guru yang begitu setia mengabdi pada sebuah sekolah. Bisa saja dia memilih sekolah yang tidak jauh dari rumahnya, kenapa harus Amitayus? Yha, itulah guru. Adalah sebuah beban dan panggilan yang Tuhan tanamkan dalam hatinya untuk mengajar di SEBUAH tempat. Tak peduli berapa jauhnya, berapa ongkos yang harus dikeluarkan, dan betapa lelahnya sepulang mengajar masih harus menghadapi macetnya kota Jakarta.

Saya sangat senang dan bersyukur boleh bertemu dengan mereka satu per satu. Tak tahu kapan kunjungan berikutnya ke sana dan memberikan undangan pernikahan seperti yang mereka kira maksud kunjungan kami hari ini. Hahahaha.. :D Doakan saja, sekiranya diizinkan berpasangan, saya dan teman saya ini dipersiapkan sebagai "Rut" yang suatu saat nanti akan dipertemukan dengan sang "Boas". Amin. :)

Guru,
Engkau pahlawanku
Engkau berjasa dalam hidupku
Terima kasih.