Belakangan ini seusai pulang kerja
di subuh hari, saya lagi suka menonton film sebagai suatu penyegaran. Ada
beberapa film bagus yang sudah saya tonton dan mengajarkan sesuatu. Salah
satunya berjudul Grace Unplugged. Sebuah film yang mengisahkan seorang putri
bernama Grace, bertalenta dalam bidang musik dan sejak kecil bersama ayahnya
melayani Tuhan dalam bidang puji-pujian di gereja. Namun seiring ia beranjak
dewasa, ia mengidolakan seorang artis yang memengaruhi pemikirannya sehingga
ingin menjadi artis. Alhasil ini membuat dia dan ayahnya sering berbeda
pendapat dan adu mulut, sampai-sampai ia pergi meninggalkan rumah.
Hmm.. berselisih dengan salah satu anggota keluarga bukanlah hal yang menyenangkan. Saya pun pernah mengalami beberapa kali. Kalau saat kecil, perselisihan terjadi dalam bentuk perkelahian jasmani, misalnya saling memukul, atau dicakar (dulu saya sering dicakar kakak saat kecil, *curcol.com hahahaa). Tapi beranjak dewasa, biasanya perselisihan itu dalam bentuk perkataan yang bisa menyakitkan hati. Satu waktu ketika kuliah, saya pernah sangat marah pada ibu. Saya berangkat kuliah dengan kondisi mata berkaca-kaca dan berusaha menahan diri agar tidak menangis. Sesampainya di kelas pun saya sulit berkonsentrasi, selain karena masalah tersebut, juga sedang pusing mengurus sebuah acara yang mana dipercayakan sebagai koordinator konsumsi. Hingga tiba saat minggu ujian, hal tersebut memengaruhi hasil akhir ujian. Nilai merah, yap.. saya mendapatkan nilai jelek. Dosen mata kuliah tsb pun sempat kecewa dan terkejut. Sedih dan kecewa pada diri sendiri. Saya gagal mendapatkan nilai lebih baik. Saya tidak menyalahkan keadaan, mungkin memang masalah yang terjadi memengaruhi konsentrasi saya, tetapi hal itu tidaklah semestinya menjadi alasan. Apapun yang terjadi di luar diri kita memang berada di luar kontrol dan kendali kita, tapi diri kita sendirilah yang harus mengontrol apa yang terjadi atas diri kita.
Di tengah perjalanan Grace menentang orang tua dan Tuhan, ia diingatkan oleh seorang pria dan dibimbing kembali ke jalan yang benar. Ya, kita butuh teman yang dapat mengingatkan ketika kita lengah, goyah, dingin, jauh atau pun suam-suam kuku dari Dia. Pertanyaannya, sudahkah saya menjadi teman yang seperti itu? Punyakah saya teman yang demikian? Harapan saya kita semua bisa menjadi teman dan punya teman yang demikian.
Tatkala Grace berusaha keras menulis lagu untuk albumnya sebagai artis, dia tidak berhasil. Namun ketika ia kembali pada keluarganya dan Tuhan, ia menuliskan dan memainkan sebuah lagu yang indah. Saya menyukai isi lirik maupun melodi dari lagu tersebut.
Menjelang tidur saya merenungkan pelajaran dari film ini. Adalah sesuatu yang umum, anak muda di usia beranjak dewasa mengejar akan kesuksesan. Sering kali yang menjadi penilaian sukses adalah menjadi tenar atau kaya. Dari yang dahulunya bukan siapa-siapa menjadi Si “Apa”, si artis; si penyanyi; si jutawan, si komedian, dsb. Dari yang dahulunya tidak punya apa-apa menjadi punya “Apa”, rumah, mobil, perhiasan, properti, saham, dsb. Tapi apa itu sukses? Benarkah dengan menjadi tenar dan kaya adalah parameter bahwa kita sudah mencapai yang namanya sukses? Bagi saya, kedua itu tidaklah salah. Memang bisa jadi kedua itu menjadi ukuran seseorang menjadi sukses. Apabila menjadi tenar dan kaya membawa kita menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya, apa salahnya? Tapi kedua itu menjadi tidak benar apabila hidup kita hanya difokuskan mengejar kedua itu, padahal itu bukan jalan yang Tuhan ingin kita tempuh.
Beberapa kali apa yang saya inginkan dan rencanakan tidak seiring dengan apa yang saya jalankan. Namun ketika saya tempuh dan jalani, saat saya menoleh kembali ke belakang nampaknya apa yang kita jalani pada suatu waktu adalah apa yang tengah dipersiapkan Tuhan bagi kita untuk jalani di waktu berikutnya. Saya percaya itu. =)
All the way You lead us, let us be there. If it’s not Your way, let us be somewhere. -YoeL-
No comments:
Post a Comment